Setiap pagi, dengan langkah pelan namun pasti, Bu Astri sudah menapakkan kaki di jalanan yang ada di kota Pekanbaru. Di tangannya ada karung bekas, di hatinya ada harapan. Ia berjalan bertiga—bersama anaknya yang berusia 7 tahun yang memegang botol plastik. Seharusnya ia sedang bermain dan belajar, bukan memungut botol plastik dari tempat sampah.
Bu Astri juga membawa suami tercinta yang duduk lemah di kursi roda. Sudah 1 tahun sang suami tak bisa berjalan. Tubuhnya melemah, tapi matanya masih menyimpan semangat hidup yang luar biasa.
Mereka tak mencari kemewahan. Makan nasi dan garam pun sudah cukup, asal tagihan listrik dan sewa rumah bisa dibayar.
Dengan penghasilannya selama seminggu, Bu astri mendapatkan 150-200 ribu dari mencari barang rongsokan keliling. Itu pun tak menentu, dan biasanya hanya cukup makan sehari-hari, tidak termasuk biaya sekolah dan pengobatan suaminya.
Dari keterbatasan ekonomi ini, hanya ada dua hal yang Ibu Astri sangat harapkan—biaya masuk sekolah sang anak, dan pengobatan sang suami.
Bu Astri tidak pernah mengeluh. Di tengah peluh dan lelah, ia terus mendorong kursi roda, menyusuri jalanan yang tak selalu ramah. Di antara tumpukan sampah, ia mencari harapan. Di setiap botol bekas yang dikumpulkan, terselip doa agar anaknya bisa duduk di bangku sekolah dan suaminya bisa kembali berdiri.
Perjalanannya tidaklah mudah. Namun ia tetap menjaga sebuah harapan, harapan dari sebuah kesempatan untuk sang anak menata masa depan, dan kesempatan bagi sang suami untuk sembuh dan bisa kembali memeluk keluarganya dengan utuh.
Di dunia yang sering lupa dengan mereka yang berjalan perlahan, kisah Bu Astri adalah pengingat, bahwa cinta, perjuangan, dan harapan adalah hal-hal paling indah yang tak pernah bisa dibeli tapi bisa diberi.
#OrangBaik, Mari salurkan bantuan secara mudah dengan cara:
*Semoga berkenan untuk SHARE / SEBARKAN informasi ini kepada saudara, rekan dan teman teman anda di sosial media. semoga menjadi amal jariyah.
Belum ada Fundraiser
Menanti doa-doa orang baik